Rabu, 06 Januari 2010

DISLEKSIA LOVEA

“Disleksia Lovea. Terdiri dari dua kata. Disleksia berarti gangguan bahasa, Lovea berarti cinta. Jadi Disleksia Lovea adalah gangguan komunikasi yang gejalanya berupa kesulitan untuk mengungkapkan cinta,” Dikha membaca perlahan kata demi kata dalam kamus cinta yang baru saja dibelinya.

“Termasuk gangguan yang paling sering menimpa orang-orang yang sedang jatuh cinta dan memendam rindu,” lanjutnya. “Penyebabnya. 80 % orang yang mengidap gangguan ini diakibatkan oleh trauma masa lalu. Patah hati atau pernah dikecewakan merupakan penyebab yang sering muncul...” Dikha menghentikan bacaannya.

“Aaah b*lsh*t!” dilemparkannya begitu saja kamus cinta. Direbahkan tubuhnya diatas pembaringan, menatap langit-langit kamar yang bolong disana sini.

“Cinta... kenapa kata itu sulit sekali terucap dihadapannya.” Ia membatin, dicobanya memejamkan mata, namun bayangan itu semakin jelas terlihat tatkala terpejam.

“Uuh...ini ga boleh dibiarkan terus, lama-lama aku bisa gila dibuatnya.” Dikha yang tampak gelisah bangkit dari pembaringannya. Dibukanya kembali kamus cinta yang tadi dicampakkan.

“Solusi. Ada 1001 cara untuk mengatasi disleksia lovea. Pertama, temukan dulu penyebab timbulnya gejala tersebut, lalu atasilah.” Dikha tampak serius mencerna kata-kata terakhir yang dibacanya itu. Ini terlihat dari kerutan di dahinya.

“Temukan penyebab...atasi....,” begitu kira-kira yang ada di kepalanya saat ini,

Demikianlah, keadaan Dikha beberapa malam belakangan, gelisah dan gelisah. Semua itu gara-gara Annisa, demikian kembang dakwah kampus itu biasa disapa. Padahal, awalnya sich Cuma mo nanya.

“Kalo gue bisa dapet tuch cewe, berarti gue layak dapet gelar playboy sejati,” demikian sesumbarnya waktu itu. Walhasil, sejak saat itulah doi sibuk PDKT sama yang bersangkutan. Namun entah kenapa, moment yang direkayasa untuk nembak selalu gagal.

Akhirnya, yang awalnya cuma iseng berubah jadi penasaran. Dan terakhir Dikha malah jatuh cinta beneran sama yang bersangkutan.

Sebenarnya, jatuh cinta adalah hal biasa buatnya. Namun yang ini terasa sangat berbeda. Sampai-sampai, Dikha yang dikenal Fasih dan Fakih Fillove pun merasa harus membuka buku-buku referensi dokter Cinta segala. Padahal selama ini keahliannya dalam masalah cinta didapat secara otodidak, berkat aksi ‘Trial N Error’. Putus, nemabak, putus lagi, nembak lagi he.. he.. he...

“Entah apa yang membedakannya dengan Wilma, Siva, Dhita dan Sarah.” Dikha ngabsen sebagian mantannya. “Apakah karena ia aktifis, berjilbab dan...alim? Tunggu... tunggu, itu dia, aku ga bisa mengucapkan kata cinta, karena dia beda dengan sasaran tembakku selama ini. Itu yang membuatku tak cukup pede untuk mendekatinya.” Sekelumit senyum tampak mengembang di wajahnya. “Lalu, bagaimana aku harus mengatasinya?” Kembali ia merenung, namun hingga malam semakin larut, jawaban tak jua didapat.


*****


Esok pagi, di kampus..

“Assalamu’alaikum,” Dikha mengucap salam seraya duduk di bangku pojok paling belakang.

“Wa’alaikumsalam,” seisi ruang kelas menjawab kompak. Namun dari ekspresi wajah mereka, jelas terlihat rona ketidaksukaan atas kehadirannya di ruang itu. Diperhatikan seisi ruangan, Dikha salting juga. Apalagi Nisa yang saat itu duduk di depan ikut-ikutan melototi dirinya.

“OMG, doi nyamperin,” Dikha histeris dalam hati.

“E...ehm, afwan akhi. Kajian ini khusus akhwat.”

“A... akhwat?”

“Ya, akhwat, perempuan, cewek.” Nisa menyebut beberapa kata sinonim.

Wackks. Bagai kesamber petir, Dikha segera ngacir tanpa diminta dua kali. “Bodoh, biar rambut gue panjang dan beranting, tapi gue khan masih pejantan tangguh,” katanya mendongkol dalam hati.


*****


“Hua ha ha ha. Jadi loe salah masuk ke pengajian ibu-ibu?” tanya Andi.

“Iya. Sumpeh, gue ga tau kalo tuch pengajian khusus buat anak-anak cewek. Soalnya yang gue baca di pamflet, tuch acara namanya Fikih Nisa. Gue pikir, kajian fikih, dan pembicaranya si Nisa,” kata Dikha polos. “Apa boleh buat, maksud hati PDKT eeh malah bikin malu,” lanjutnya.

“Assalamu’alaikum,” suara salam sejenak menghentikan rumpian khas anak cowok di rental siang itu.

“Waalaikumsalam,” jawab keduanya seraya melirik pemilik suara.

“Upss she’s here,” Dikha histeris setengah berbisik. Hatinya girang bukan main, apalagi ketika Nisa memilih komputer disebelahnya.

“E...ehm.” dimulainya aksi tebar pesona. “Nis, aku mo minta maaf kejadian tadi pagi. Aku ga tau kalo itu kajian khusus buat anak-anak cewek,” katanya memulai pembicaraan. Sementara itu yang diajak bicara hanya membalas dengan sedikit senyum, namun cukup membuat siapapun geer dibuatnya, tak terkecuali Dikha tentu saja.

“Nis, lucu juga yach kedengarannya. Kita dah empat semester satu fakultas, tapi baru belakangan ini kita bisa deket kayak gini,” lanjutnya. Lagi-lagi yang diajak bicara hanya tersenyum. Sementara jari-jarinya tetap asyik memainkan keyboard komputer.

“Eh Nis, aku mo ngomong serius neh,” Dikha berkata sedikit ragu. Kali ini Anisa sedikit respon. Dihentikannya sejenak pekerjaannya.

“Aku tuch sebenarnya c...c...,” Ia tak mampu melanjutkan kata-katanya. Sementara Nisa tampak bingung. Sejak kapan ada playboy gagap, demikian mungkin dalam hatinya.

“Sorry sorry, aku c...c...Cuma mo tanya, kalo pengajian buat anak cowoknya kapan?” Lho koq jadi kesitu, gerutu Dikha dalam hati.

“Ooh.” Annisa tersenyum renyah. “Datang aja besok, ba’da zhuhur di mesjid,” jawabnya singkat tapi ramah. Sementara Dikha nampak sedikit kecewa. Disleksia Lovea-nya ternyata benar-benar mengganggu. Bukan Cuma gagal menyatakan cinta, tapi mau ga mau besok ia harus ngaji. Uuuh, apa kata dunia nanti. Begitu pikirnya.


*****


Malam itu...

Hanya satu kata, Tiada
sempat terucap
Walau sering berjumpa, dan
saling menyapa
Hanya satu kata, Kembali
karam di hati
Walau sering bicara, Hingga
lupa waktu

Tembang lawas kang Hari Moekti mengalun pelan dari radio merah dua band kesayangannya.

Sementara itu, Dikha terlihat asyik mematut diri di depan cermin, memandangi penampilan barunya. Rambut gondrongnya kini entah kemana. Emas putih yang sudah dua tahun nangkring di kuping kanan pun ikut raib. Apalagi baju koko yang baru sekali dipake pas lebaran, menambah pangling penampilannya. Beberapa kali ia terlihat senyum sendiri.

Apa kata teman-teman gue nanti, Ia bertanya dalam hati. “Culun juga kelihatannya, tapi... karena cinta, semua karena cinta,” lanjutnya sambil bersenandung. “Nisa gue jamin loe bakal jatuh cinta dengan penampilan baru gue besok,” katanya full confiedence.

Sejurus kemudian ia sudah membantingkan tubuhnya keatas ranjang. Ia tampak tak sabar menjemput hari esok, memamerkan penampilan barunya pada dunia. Khususon Anisa tentu saja.
“Met bobo Nisa,” ucapnya menjelang tidur. He he he, namamu yang kusebut terakhir menjelang terlelap, dan wajahmu yang pertama terbayang saat ku terjaga. Uuuh, gombal ga seh.


*****


“hadirin ikhwan wa akhwat fillah. Pertama-tama, marilah kita luruskan terlebih dahulu niat kita hadir di pengajian ini. Jangan sampai AADC alias Aku Aktif Demi Cinta.” Pak ustadz mulai ceramah siang itu.

“Ha.. ha.. ha..,” forum tertawa heboh, minus Dikha tentu saja yang ngerasa dengan pernyataan tersebut.

“Tapi, kalo karena cinta Allah dan Rasul-Nya. Itu justru yang dianjurkan,” lanjut pak ustadz. Dikha tampak mulai asyik menyimak ceramah pak ustadz siang itu.

“Cinta itu ibarat bunga. Merekah tak bisa dicegah. Mewangi tak bisa ditutupi. Ada cinta sejati, yang bersemi mekar abadi. Ada cinta palsu, yang berkembang kemudian layu. Namun hati-hati dengan mawar berduri, karena bisa melukai hati.” Pak ustadz coba berfilsafat cinta. Siang itu tema diangkat memang seputar cinta. Yaitu, Cinta Bersemi Sesama Aktifis (CBSA). Absah atau Masalah? Jadi wajar bila jamaah menyimak antusias, karena ceramah siang itu memang terasa, cintaaa banget.

“Cinta itu anugerah, oleh karena itu jangan jadikan ia musibah karena hawa nafsu. Cinta itu rahmat, oleh karena itu jangan jadikan ia laknat karena penyimpanganmu.” Dikha tergetar mendengar kata-kata tersebut. Terutama bila mengingat kelakuannya selama ini, yang begitu murah mengobral kata cinta.

“Subhanallah, betapa indahnya cinta menurut Islam.” Begitu hati kecilnya berkata.

“Rasulullah Saw pernah bersabda: ‘Kecintaanmu pada sesuatu bisa membuatmu buta dan tuli.’. oleh karena itu, sisakan sedikit curiga agar cintamu tak jadi buta.” Pak ustadz mengakhiri sesi pemaparan.

“Pak ustadz, apa sih tanda-tanda orang yang sedang jatuh cinta?” Dikha segera mengajukan pertanyaan setelah sesi tersebut dibuka.

“Waduh tanda-tanda orang yang jatuh cinta itu banyak, dan bisa berbeda-beda pada setiap orang. Tapi biasanya ada lima yang disingkat dengan kata C.I.N.T.A. yaitu Cemburu, Ingin tau, Nerveous, Taat” kata pak ustadz rada-rada maksain.

“A...nya apa donk pak ustadz?” jamaah kompak bersuara.

“A...nya bisa macam-macam. Misalnya A..duh romantis banget. A..duh puitis banget. A..duh klimis banget. De el el,” jawab pak ustadz yang disambut gerr hadirin. He.. he.. he.., lagian, ustadz koq ditanya gituan.

“Pak ustadz, apakah mungkin seorang aktifis dakwah berjodoh dengan seorang playboy?” Giliran seorang akhwat terdengar bertanya. Walau terdengar hijab, namun Dikha mengenal siapa pemilik suara lembut tersebut.

“Jadi..jadi selama ini ..dia..” Dikha tak meneruskan spekulasinya, ia penasaran dengan jawaban pak ustadz.

‘Yup pertanyaan yang bagus. Begini, Allah Swt telah menciptakan semua berpasang-pasangan. Termasuk bagi aktifis dakwah, Allah telah mempersiapkan jodoh bagi mereka. Dalam hal ini Allah Swt berfirman ...”merdu sekali pak ustadz melantunkan ayat suci Al-Qur’an. “..Yang artinya:’Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula). Dan wanita-wanita yang baik bagi laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)’. Walaupun ayat ini ..”

Dikha tak lagi konsen mendengar jawaban pak ustadz. Dadanya terasa sesak. Akhirnya dia tahu kenapa tak pernah bisa menyatakan cinta pada Annisa. Itu karena ia memang tak pantas mendapatkan wanita baik-baik seperti Annisa.

“Yaa Allah, beri kesempatan pada hambamu untuk memperbaiki diri. Aku tak ingin mendapatkan jodoh wanita yang keji.” Dikha berazzam dalam hati.

Braak, Dikha terjatuh dari tempat tidurnya.” Masya Allah . Just a dream. It was just a dream. Ya Allah, terima kasih telah memberiku petunjuk” Dikha sujud, bersyukur. Bukan saja karena mengetahui penyebab disleksia lovea-nya, tapi yang terpenting, ia tersadarkan bahwa selama ini telah banyak berbuat keji dan dosa.

“Terima kasih ya Allah, terima kasih Nisa” Katanya beberapa kali. Selamat tinggal masa lalu.

sumber: majalah Permata edisi... eumm lupa, pengarang menyusul

JADILAH KOPI

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas.

Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah
berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.
"Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"

Bagaimana dengan kamu?
Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya
penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan
kekuatanmu. Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku? Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.

Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.

(dari berbagai sumber)
Penyusun: Ummu Aiman
Muraja’ah: Ustadz Abu Salman

Setiap bulan Desember umat nasrani merayakan hari raya agama mereka, yaitu Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Mendekati bulan ini, beberapa sudut pertokoan mulai ramai dengan hiasan natal. Supermarket-supermarket yang mulanya sepi-sepi saja, kini dihiasi dengan pernak-pernik natal. Media massa pun tidak ketinggalan ikut memeriahkan hari raya ini dengan menayangkan acara-acara spesial natal.


Disudut kampus, seorang mahasiswi berkerudung menjabat tangan salah seorang teman wanitanya yang beragama nasrani sambil berkata, “Selamat Natal ya…” Aih-aih, tidak tahukah sang muslimah ini bagaimana hukum ucapan tersebut dalam syariat Islam?

Saudariku, banyak sekali umat Islam yang tidak mengetahui bahwa perbuatan ini tidak boleh dilakukan, dengan tanpa beban dan tanpa merasa berdosa ucapan selamat natal itu terlontar dari mulut-mulut mereka. Mereka salah kaprah tentang toleransi beragama sehingga dengan gampang dan mudahnya mereka mengucapkan selamat natal pada teman dan kerabat mereka yang beragama nasrani. Lalu bagaimana sebenarnya pandangan islam dalam perkara ini? Berikut ini adalah bahasan seputar natal yang disusun dari beberapa fatwa ulama.

Natal Menurut Islam

Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan mengahayati kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang Allah utus untuk hamba-hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman dalam QS Maryam: 30 yang artinya, “Isa berkata, ‘Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah (manusia biasa). Dia memberikan kepadaku Al Kitab (Injil) dan menjadikanku sebagai seorang Nabi.’”

Wahai Saudariku, maka barangsiapa dari kita yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang muslim, maka ia harus meyakini bahwa ‘Isa adalah seorang Nabi yang Allah utus menyampaikan risalah-Nya dan bukanlah anak Tuhan dengan dasar dalil di atas.

Tentang Ucapan Selamat Natal

Atas nama toleransi dalam beragama, banyak umat Islam yang mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani baik kepada kerabat maupun teman. Menurut mereka, ini adalah salah satu cara untuk menghormati mereka. Ini alasan yang tidak benar, sikap toleransi dan menghormati tidak mesti diwujudkan dengan mengucapkan selamat kepada mereka karena di dalam ucapan tersebut terkandung makna kita setuju dan ridha dengan ibadah yang mereka lakukan. Jelas, ini bertentangan dengan aqidah Islam.

Ketahuilah saudariku, hari raya merupakan hari paling berkesan dan juga merupakan simbol terbesar dari suatu agama sehingga seorang muslim tidak boleh mengucapkan selamat kepada umat nasrani atas hari raya mereka karena hal ini sama saja dengan meridhai agama mereka dan juga berarti tolong-menolong dalam perbuatan dosa, padahal Allah telah melarang kita dari hal itu:

Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS Al Maidah: 2)

Ketahuilah wahai saudariku muslimah, ketika seseorang mengucapkan selamat natal kepada kaum nasrani, maka di dalam ucapannya tersebut terdapat kasih sayang kepada mereka, menuntut adanya kecintaan, serta menampakkan keridhaan kepada agama mereka. Seseorang yang mengucapkan selamat natal kepada mereka, sama saja dia setuju bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan merupakan salah satu Tuhan diantara tiga Tuhan. Dengan mengucapkan selamat pada hari raya mereka, berarti dia rela terhadap simbol-simbol kekufuran. Meskipun pada kenyataannya dia tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap saja tidak diperbolehkan meridhai syiar agama mereka, atau mengajak orang lain untuk memberi ucapan selamat kepada mereka. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak menjawabnya karena itu bukan hari raya kita, bahkan hari raya itu tidaklah diridhai Allah.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan, adapun ucapan selamat terhadap simbol-simbol kekufuran secara khusus disepakati hukumnya haram misalnya mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan, ‘Hari yang diberkahi bagimu’ atau ‘Selamat merayakan hari raya ini’, dan sebagainya. Yang demikian ini, meskipun si pengucapnya terlepas dari kekufuran, tetapi perbuatan ini termasuk yang diharamkan, yaitu setara dengan ucapan selamat atas sujudnya terhadap salib, bahkan dosanya lebih besar di sisi Allah dan kemurkaan Allah lebih besar daripada ucapan selamat terhadap peminum khamr, pembunuh, pezina, dan lainnya dan banyak orang yang tidak mantap pondasi dan ilmu agamanya akan mudah terjerumus dalam hal ini serta tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Barangsiapa mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena kemaksiatan, bid’ah, atau kekufuran, berarti dia telah mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah.

Dengan demikian, tidaklah diperkenankan seorang muslim mengucapkan selamat natal meskipun hanya basa-basi ataupun hanya sebagai pengisi pembicaraan saja.

Menghadiri Pesta Perayaan Natal

Hukum menghadiri pesta perayaan natal tidak jauh bedanya dengan hukum mengucapkan selamat natal. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum menghadiri perayaan natal lebih buruk lagi ketimbang sekedar memberi ucapan selamat natal kepada orang kafir karena dengan datang ke perayaan tersebut, maka berarti ia ikut berpartisipasi dalam ritual agama mereka. Dan dengan menghadiri pesta perayaan tersebut berarti telah memberikan kesaksian palsu (Syahadatuzzur) terhadap ibadah yang mereka lakukan dan ini dilarang dalam agama Islam (lihat Tafsir Taisir Karimirrahman, Surat Al Furqon ayat 72).

Allah berfirman yang artinya:

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamu, dan untukkulah agamaku.”

Maka Saudariku, seorang muslim diharamkan untuk hadir pada perayaan keagamaan di luar agama islam baik ia diundang ataupun tidak.

Hukum Merayakan Tahun Baru

Beberapa hari setelah natal berlalu, masyarakat mulai disibukkan dengan persiapan menyambut tahun baru masehi pada tanggal satu Januari. Bagaimana Islam memandang hal ini?

Saudariku, Allah telah menganugerahkan dua hari raya kepada kita, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dimana kedua hari raya ini disandingkan dengan pelaksanaan dua rukun yang agung dari rukun Islam, yaitu ibadah haji dan puasa Ramadhan. Di dalamnya, Allah memberi ampunan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dan orang-orang yang berpuasa, serta menebarkan rahmat kepada seluruh makhluk.

Ukhti, hanya dua hari raya inilah yang disyariatkan oleh agama Islam. Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bermain-main di hari raya itu pada masa jahiliyyah, lalu beliau bersabda: ‘Aku datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bermain di hari itu pada masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah menggantikannya untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari raya Idul Adha dan idul Fitri.’” (Shahih, dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’I, dan Al-Baghawi)

Maka tidak boleh umat Islam memiliki hari raya selain dua hari raya di atas, misalnya Tahun Baru. Tahun Baru adalah hari raya yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Disamping itu, perayaan Tahun Baru sangat kental dengan kemaksiatan dan mempunyai hubungan yang erat dengan perayaan natal. Lihatlah ketika para remaja berduyun-duyun pergi ke pantai saat malam tahun baru untuk begadang demi melihat matahari terbit pada awal tahun, kebanyakan dari mereka adalah berpasang-pasangan sehingga tentu saja malam tahun baru ini tidak lepas dari sarana-sarana menuju perzinaan. Jika tidak terdapat sarana menuju zina, maka hal ini dapat dihukumi sebagai perbuatan yang sia-sia. Ingatlah saudariku, ada dua kenikmatan dari Allah yang banyak dilalaikan oleh manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang (HR Bukhari). Maka janganlah kita isi waktu luang kita dengan hal sia-sia yang hanya membawa kita ke jurang kenistaan dan menjadikan kita sebagai insan yang merugi.

Saudariku, Allah telah menyempurnakan agama ini dan tidak ada satupun amal ibadahpun yang belum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada umatnya. Maka tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Allah wahyukan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan pada kita. Saudariku, ikutilah apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tuntunkan kepada kita, janganlah engkau meniru-niru orang kafir dalam ciri khas mereka. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut (Hadits dari Ibnu ‘Umar dengan sanad yang bagus). Setiap diri kita adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Semoga Allah senantiasa menyelamatkan agama kita. Wallaahu a’lam.

Maraji’:

1. Fatwa: Natal Bersama. Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun III.
2. Fatwa: Natal Bersama. Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun IV.
3. Fatwa-Fatwa Terkini 2. Cetakan ketiga. Tahun 2006. Darul Haq.
4. Bulletin At-Tauhid Edisi 96 Tahun II.

***

Artikel www.muslimah.or.id