Jumat, 13 November 2009

ZERO-kan diri kita dgn Laa Ilaaha Illallah

ZERO to HERO

Laa ilaaha illallah

Allah berfirman,
”Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunkan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal” (Muhammad : 19)

Kembailah ketitik nol : siapa sesungguhnya dan sebenarnya kita? Agar kalau sukses tak jumawa dan membusungkan dada, dan kalau gagal tak putus asa menutup muka seperti pepatah ”lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup bercermin bangkai.” Maka gantilah pepatah ini dengan ”lebih baik hidup mulia dengan iman, taqwa dan full izzah dari pada hidup sengsara karena maksiat dan dosa.” Bukan begitu sobat?

Kalimat ”laa ilaaha illallah” sesungguhnya dahsyat kalau kita mau menggali, memahami, menyelami dan mengaktualisasikan diri untuk membentuk pribadi terpuji. Karena kalimat inilah yang sangat ditakuti oleh para penguasa tirani dan para pendengki.

Mengapa Laa ilaaha illallah bisa untuk menzeroka diri kita? Coba simak informasi keberadaan kita,

Kita dilahirkan dari keturunan Nabi Adam. Nabi Adam dari tanah. Adapun unsur-unsur tanah itu dari zat-zat yang super komplit yang kemudian Allah meniupkan ruh sehingga kita bernilai dan bermartabat. Kita menjadi manusia dan menjadi khalifah Allah di bumi, maka paling mulia adalah yang paling bertqwa, paling bermanfaat dan meningkatkannya UTILITAS-nya bagi sesama. Para pahlawan menyejarah kerena pengorbanan mereka luar biasa, membebaskan dirinya dari kungkungan nafsu dan membebaskan orang lain dari tekanan musuh.

Diproses dari setitik air hina. ”Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang di pancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” (Ath Thariq : 5-7)

Kemudian, diberikan ruh pada 120 hari kemudian. ”Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudia kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al Mu’minun : 11-14)

Begitu sekilas proses kita, sekedar untuk mengingatkan kembali keberadaan kita bahwa kita adalah zero, innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un... sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kita kembali. Kita adalah dari tanah dan akan kembali ke tanah. Nah tanah bila dijual akan tetap sebagai tanah. Nilai tanah ditentukan oleh lokasi, kemanfaatan posisi dan bangunan yang didirikan di atasnya. Tanah di kota besar yang strategis dan banyak manfaatnya tentu beda nilainya dengan lahan kosong pinggir jurang.

Kita Zero karena lahir tak punya dan tak tahu apa-apa. Allahlah yang menganugrahkan aneka piranti untuk bisa hidup dan eksis di muka bumi.
”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu
bersyukur.” (An Nahl : 78)

Kita berangkat dari zero. Ada sebuah ilistrasi sederhana. Ada sebuah gudang besar berisi tiga ton besi. Tiap besi berharga satu juta rupiah. Satu ton di bawa ke Jerman. Diolah menjadi mobil Merzedes Benz berharga satu milyar. Besi yang satu ton lagi di bawa ke Jepang. Para insyur Jepang mengolahya menjadi mobil toyota seharga limaratus juta rupiah.

Nah masih satu ton lagi kan? Yang sat ton ini dibawa ke sebuah tempat X di jawa, sebuah perusahaan pembuatan cangkul, pisau, parang, wajan, sekop dan sejenisnya. Setelah diolah dengan keras bermandikan keringat, jadilah alat-alat tadi senilai satu setengah juta rupiah

Setelah Merzedes Benz, Toyota dan cangkul serta sejenisnya tadi kembali di hancurkan menjadi besi dan di timbang, ternyata harganya kembali sama. Masing-masing satu juta rupiah.

Kisah ini fiktif tapi bisa jadi nyata. Nyatanya adalah barang dan orang yang berangkat dari zero, dari start yang sama bisa bernilai berbeda : tergantung pengetahan, kemauan dan kemampuan dalam memperlakukannya. Kita masing-masing lahir dari ”nol” dan akan kembali ke ”nol” menjadi mayat yang tak bernilai. Inna illaahi wa innaa ilaihi raaji’un. Oleh karena itulah, nilai kita tergantung bagaimana kita mengisi dan memeprlakukan diri menjadi unggul dan berprestasi. ”Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah orang yang paling taqwa di antara kamu.” (Al Hujurat : 13)

Jadi kuncinya adalah bagaimana kita melakukan percepatan diri, apakah menjadi Mercedez Benz, Toyota atau cangkul, itu terserah kita. Lalu mengapa kita memberdayakan potensi pendengaran, penglihatan dan hati kita untuk bersyukur? Mengapa malah kufur? Mengapa kita banyak menebar maksiat bukannya meneguhkan taat? Mengapa kita hobbi bergelimang dosa bukan berebut pahala?

Kata ”Laa ilaaha illallah” memiliki paling tidak lima urgensi yakni pintu masuk ke dalam Islam, asas perubahan, intisari ajaran islam, misi abadi para Nabi dan para da’i, serta pintu kemuliaan dunia dan akhirat.

Untuk membangun jiwa kepahlawanan sejati, mari kita telusuri kedahsyatan kalimat ini. Kata ”Laa ilaaha illallah” bila ditelusuri berawal dari rangkaian :
Laa : kalimat peniadaan yang bermakna tidak.
Ilaah : yang ditolak, al munafiy
Illaa : ungkapan pengukuhan, itsbat, yang bermakna melainkan,
pengecualian.
Allah : adalah yang dikukuhkan, di itsbat-kan, ditegaskan.

Maka kalimat ”Laa ilaaha illallah” mengandung makna ”tidak ada ilah yang berhak untuk sembah kecuali Allah.”

Menurut ilmu matematika, bilangan sati dibagi nol menjadi mendekati tak terhingga. Yakni penghambaan total kepada yang Maha Dahsyat, hanya kepada Allah. Allahush shamad, Allah tempat bergantung. Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin, hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan. Kata Abu Bakar Ash Shidiq, ”Menghamba-kan pada yang mulia maka akan mulia, menghambakan pada yang hina niscaya akan terhina.”

Bila kita menghambakan pada harta, tahta, wanita, toyota dan sejenisnya maka kita akan menjadi budak-budaknya. Akibatnya orang yang hidup hanya memburu harta, tahta, wanita, toyota dia akan terhina. Hamba perut menjadi Abdul Buthum karena hidupnya hanya demi perut.

Zerokan diri dengan menghambakan kepada Allah semata, karena Allahlah pemilik segala kekuatan, ”Laa haua walaa quwwata illaa billah... tiada daya dan kekuatan selain dari Allah.” kalimat ini pun memiliki format yang sama yaitu :
Laa : kalimat nafiy, peniadaan.
Haula wa quwwata : yang ditiadakan, yang dinafikan.
Illaa : kalimat penegasan.
Billah : Yang ditegaskan.
Inspirasi dan intisari kalimat ” Laa ilaaha illallah” yang merupakan inti keimanan dari risalah asasi para Nabi ini sesungguhnya dapat kita lihat dalam banyak aspek.

Dalam dakwah kalimat inilah indikator asasi tentang makna, target, tujuan dan loyalitas dalam aktifitas. Menurut Ustadz Fathy Yakan dakwah ini dibangun diatas prinsip ini alhamdu (zero) wal bina’. Yaitu meruntuhkan nilai-nilai kejahiliayahan dalam segala bentuk, pemikiran, akhlak dan sistemnya, kemudian dibangun masyarakat di atas landasan islam, bentuk, tampilan luar maupun isinya, sistem dan cara hidupnya. Inti dari da’wah adalah aplikasi Laa ilaaha illallah secara ril. Yaitu menerapkan al bara’ wal wala’ secara kogkrit. Gambarannya seperti orang menanam di tengah hutan rimba. Yang pertama kali dilakukan adalah ”babat alas” mencari lokasi dan tanah serta mengolahnya agar menjadi subur baru kemudian ditanami bibit-bibit unggul di atasnya. Itulah da’wah, begitu pula hidup kita, mengosongkan dari segala ilah, sesembahan lalu memfokuskan diri hanya kepada Allah.

Kalimat Laa ilaaha illallah ini juga intisari dari akhlak mulia. Menurut Abdullah Nashih ’Ulwan dalam bukunya Tarbiyah Akhlaqiyah, akhlak dibangun dengan cara takhalli min su’il khuluqi wa tahalli bi husni khuluq. Akhlak dibentuk dengan cara membersihkan diri dari berbagai perilaku tercela lalu diisi dan dihiasi dengan perilaku terpuji. Bersihkan diri lalu isi dengan akhlak terpuji kata Nabi, ”sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)

Tarbiyah akhlaqiyah adalah proses intergarasi pembentukan pribadi mulia yang kokoh aqidahnya, kuat ibadahnya dan mulia akhlaqnya.”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) kelangit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Ibrahim : 24-25)

Insparsi ayat ini :
Akarny teguh : kokoh Aqidahnya
Cabangnya menjulang ke langit : kuat ibadahnya
Buahnya : mulia akhlaqnya

Karena inilah menserokan diri dengan Laa ilaaha illallah bermakna luas sekali. Diantaranya :

Membersihkan dari segala kesyirikan dan kemunafikan. ”Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah denga sesuatu apapun, maka ia akan masuk surga.” (diriwatkan Ahmad dari Ibnu Mas’ud)

Menghilangkan ketergantungan dari selain Allah dalam ibadah, permintaan, do’a, pengharapan, rasa takut dan tawakal. Inilah totalitas loyalitas untuk menghadirkan energi tanpa batas.
Menghindarkan diri dari segala ketertarikan kepada selain Allah sehingga seluruh orientasi kerja dan karya besar hanya kepada-Nya.

”Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad : 7)

”Barangsiapa mengharap perjumpaan denganTuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al kahfi : 110)
”Katakanlah : sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al An’am : 162)

Memurnikan . Yakni memurnikan keihklasan hanya kepada Allah semurni susu yang tak terkotori tahi maupun darah. Maksudnya kita memurnikan ketaatan sepenuh keikhlasan, jauh dari penyakit riya’ suka pamer dan syirik.
”Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat palajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (An Nahl : 66)

Senada dengan kalimat thayibah, mari berkontemplasi menzerokan diri dengan kalimat istigfar astagfirullahal azhim, tahmid Alahmdulillahirabbil ’aalamin, takbir Allahu Akbar, tasbih subhanallah, tarji innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un.

Silahkan engkau cari momentum tepat kalimat itu. Lalu temukan nilai zero dalam penghambaan kepada-Nya dan raih kedahsyatan zero saat melafalkannya. Seperti takbirnya Bung Tomo yang membahana, atau kepahlawanan Jendral ”santri” Soedirman, pengorbanan Mohammad Toha, dan ketegasan prinsip Buya Hamka yang banyak menghabiskan waktu dipenjara. Tentu kalau dibahas disini terlalu panjang kali lebar sehingga luas plus overload .

”Kami diutus untuk membebaskan manusia dari penghambaan manusia kepada penghambaan terhadap Rabbnya manusia, dari kegelapan penjara dunia kepada kebebasan, dari kekejaman dan kezaliman kepada keadilan islam.”

Diagram ZERO to HERO : 1

Zerokan dengan Laa ilaaha illallah

1 : 0 = tak hingga

1 = Allah yang Maha Esa
0 = Manusia dan seluruh makhluk-Nya

created by: taufik rachmat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Keep comment!
Salam ukhuwah!