Rabu, 06 Januari 2010

DISLEKSIA LOVEA

“Disleksia Lovea. Terdiri dari dua kata. Disleksia berarti gangguan bahasa, Lovea berarti cinta. Jadi Disleksia Lovea adalah gangguan komunikasi yang gejalanya berupa kesulitan untuk mengungkapkan cinta,” Dikha membaca perlahan kata demi kata dalam kamus cinta yang baru saja dibelinya.

“Termasuk gangguan yang paling sering menimpa orang-orang yang sedang jatuh cinta dan memendam rindu,” lanjutnya. “Penyebabnya. 80 % orang yang mengidap gangguan ini diakibatkan oleh trauma masa lalu. Patah hati atau pernah dikecewakan merupakan penyebab yang sering muncul...” Dikha menghentikan bacaannya.

“Aaah b*lsh*t!” dilemparkannya begitu saja kamus cinta. Direbahkan tubuhnya diatas pembaringan, menatap langit-langit kamar yang bolong disana sini.

“Cinta... kenapa kata itu sulit sekali terucap dihadapannya.” Ia membatin, dicobanya memejamkan mata, namun bayangan itu semakin jelas terlihat tatkala terpejam.

“Uuh...ini ga boleh dibiarkan terus, lama-lama aku bisa gila dibuatnya.” Dikha yang tampak gelisah bangkit dari pembaringannya. Dibukanya kembali kamus cinta yang tadi dicampakkan.

“Solusi. Ada 1001 cara untuk mengatasi disleksia lovea. Pertama, temukan dulu penyebab timbulnya gejala tersebut, lalu atasilah.” Dikha tampak serius mencerna kata-kata terakhir yang dibacanya itu. Ini terlihat dari kerutan di dahinya.

“Temukan penyebab...atasi....,” begitu kira-kira yang ada di kepalanya saat ini,

Demikianlah, keadaan Dikha beberapa malam belakangan, gelisah dan gelisah. Semua itu gara-gara Annisa, demikian kembang dakwah kampus itu biasa disapa. Padahal, awalnya sich Cuma mo nanya.

“Kalo gue bisa dapet tuch cewe, berarti gue layak dapet gelar playboy sejati,” demikian sesumbarnya waktu itu. Walhasil, sejak saat itulah doi sibuk PDKT sama yang bersangkutan. Namun entah kenapa, moment yang direkayasa untuk nembak selalu gagal.

Akhirnya, yang awalnya cuma iseng berubah jadi penasaran. Dan terakhir Dikha malah jatuh cinta beneran sama yang bersangkutan.

Sebenarnya, jatuh cinta adalah hal biasa buatnya. Namun yang ini terasa sangat berbeda. Sampai-sampai, Dikha yang dikenal Fasih dan Fakih Fillove pun merasa harus membuka buku-buku referensi dokter Cinta segala. Padahal selama ini keahliannya dalam masalah cinta didapat secara otodidak, berkat aksi ‘Trial N Error’. Putus, nemabak, putus lagi, nembak lagi he.. he.. he...

“Entah apa yang membedakannya dengan Wilma, Siva, Dhita dan Sarah.” Dikha ngabsen sebagian mantannya. “Apakah karena ia aktifis, berjilbab dan...alim? Tunggu... tunggu, itu dia, aku ga bisa mengucapkan kata cinta, karena dia beda dengan sasaran tembakku selama ini. Itu yang membuatku tak cukup pede untuk mendekatinya.” Sekelumit senyum tampak mengembang di wajahnya. “Lalu, bagaimana aku harus mengatasinya?” Kembali ia merenung, namun hingga malam semakin larut, jawaban tak jua didapat.


*****


Esok pagi, di kampus..

“Assalamu’alaikum,” Dikha mengucap salam seraya duduk di bangku pojok paling belakang.

“Wa’alaikumsalam,” seisi ruang kelas menjawab kompak. Namun dari ekspresi wajah mereka, jelas terlihat rona ketidaksukaan atas kehadirannya di ruang itu. Diperhatikan seisi ruangan, Dikha salting juga. Apalagi Nisa yang saat itu duduk di depan ikut-ikutan melototi dirinya.

“OMG, doi nyamperin,” Dikha histeris dalam hati.

“E...ehm, afwan akhi. Kajian ini khusus akhwat.”

“A... akhwat?”

“Ya, akhwat, perempuan, cewek.” Nisa menyebut beberapa kata sinonim.

Wackks. Bagai kesamber petir, Dikha segera ngacir tanpa diminta dua kali. “Bodoh, biar rambut gue panjang dan beranting, tapi gue khan masih pejantan tangguh,” katanya mendongkol dalam hati.


*****


“Hua ha ha ha. Jadi loe salah masuk ke pengajian ibu-ibu?” tanya Andi.

“Iya. Sumpeh, gue ga tau kalo tuch pengajian khusus buat anak-anak cewek. Soalnya yang gue baca di pamflet, tuch acara namanya Fikih Nisa. Gue pikir, kajian fikih, dan pembicaranya si Nisa,” kata Dikha polos. “Apa boleh buat, maksud hati PDKT eeh malah bikin malu,” lanjutnya.

“Assalamu’alaikum,” suara salam sejenak menghentikan rumpian khas anak cowok di rental siang itu.

“Waalaikumsalam,” jawab keduanya seraya melirik pemilik suara.

“Upss she’s here,” Dikha histeris setengah berbisik. Hatinya girang bukan main, apalagi ketika Nisa memilih komputer disebelahnya.

“E...ehm.” dimulainya aksi tebar pesona. “Nis, aku mo minta maaf kejadian tadi pagi. Aku ga tau kalo itu kajian khusus buat anak-anak cewek,” katanya memulai pembicaraan. Sementara itu yang diajak bicara hanya membalas dengan sedikit senyum, namun cukup membuat siapapun geer dibuatnya, tak terkecuali Dikha tentu saja.

“Nis, lucu juga yach kedengarannya. Kita dah empat semester satu fakultas, tapi baru belakangan ini kita bisa deket kayak gini,” lanjutnya. Lagi-lagi yang diajak bicara hanya tersenyum. Sementara jari-jarinya tetap asyik memainkan keyboard komputer.

“Eh Nis, aku mo ngomong serius neh,” Dikha berkata sedikit ragu. Kali ini Anisa sedikit respon. Dihentikannya sejenak pekerjaannya.

“Aku tuch sebenarnya c...c...,” Ia tak mampu melanjutkan kata-katanya. Sementara Nisa tampak bingung. Sejak kapan ada playboy gagap, demikian mungkin dalam hatinya.

“Sorry sorry, aku c...c...Cuma mo tanya, kalo pengajian buat anak cowoknya kapan?” Lho koq jadi kesitu, gerutu Dikha dalam hati.

“Ooh.” Annisa tersenyum renyah. “Datang aja besok, ba’da zhuhur di mesjid,” jawabnya singkat tapi ramah. Sementara Dikha nampak sedikit kecewa. Disleksia Lovea-nya ternyata benar-benar mengganggu. Bukan Cuma gagal menyatakan cinta, tapi mau ga mau besok ia harus ngaji. Uuuh, apa kata dunia nanti. Begitu pikirnya.


*****


Malam itu...

Hanya satu kata, Tiada
sempat terucap
Walau sering berjumpa, dan
saling menyapa
Hanya satu kata, Kembali
karam di hati
Walau sering bicara, Hingga
lupa waktu

Tembang lawas kang Hari Moekti mengalun pelan dari radio merah dua band kesayangannya.

Sementara itu, Dikha terlihat asyik mematut diri di depan cermin, memandangi penampilan barunya. Rambut gondrongnya kini entah kemana. Emas putih yang sudah dua tahun nangkring di kuping kanan pun ikut raib. Apalagi baju koko yang baru sekali dipake pas lebaran, menambah pangling penampilannya. Beberapa kali ia terlihat senyum sendiri.

Apa kata teman-teman gue nanti, Ia bertanya dalam hati. “Culun juga kelihatannya, tapi... karena cinta, semua karena cinta,” lanjutnya sambil bersenandung. “Nisa gue jamin loe bakal jatuh cinta dengan penampilan baru gue besok,” katanya full confiedence.

Sejurus kemudian ia sudah membantingkan tubuhnya keatas ranjang. Ia tampak tak sabar menjemput hari esok, memamerkan penampilan barunya pada dunia. Khususon Anisa tentu saja.
“Met bobo Nisa,” ucapnya menjelang tidur. He he he, namamu yang kusebut terakhir menjelang terlelap, dan wajahmu yang pertama terbayang saat ku terjaga. Uuuh, gombal ga seh.


*****


“hadirin ikhwan wa akhwat fillah. Pertama-tama, marilah kita luruskan terlebih dahulu niat kita hadir di pengajian ini. Jangan sampai AADC alias Aku Aktif Demi Cinta.” Pak ustadz mulai ceramah siang itu.

“Ha.. ha.. ha..,” forum tertawa heboh, minus Dikha tentu saja yang ngerasa dengan pernyataan tersebut.

“Tapi, kalo karena cinta Allah dan Rasul-Nya. Itu justru yang dianjurkan,” lanjut pak ustadz. Dikha tampak mulai asyik menyimak ceramah pak ustadz siang itu.

“Cinta itu ibarat bunga. Merekah tak bisa dicegah. Mewangi tak bisa ditutupi. Ada cinta sejati, yang bersemi mekar abadi. Ada cinta palsu, yang berkembang kemudian layu. Namun hati-hati dengan mawar berduri, karena bisa melukai hati.” Pak ustadz coba berfilsafat cinta. Siang itu tema diangkat memang seputar cinta. Yaitu, Cinta Bersemi Sesama Aktifis (CBSA). Absah atau Masalah? Jadi wajar bila jamaah menyimak antusias, karena ceramah siang itu memang terasa, cintaaa banget.

“Cinta itu anugerah, oleh karena itu jangan jadikan ia musibah karena hawa nafsu. Cinta itu rahmat, oleh karena itu jangan jadikan ia laknat karena penyimpanganmu.” Dikha tergetar mendengar kata-kata tersebut. Terutama bila mengingat kelakuannya selama ini, yang begitu murah mengobral kata cinta.

“Subhanallah, betapa indahnya cinta menurut Islam.” Begitu hati kecilnya berkata.

“Rasulullah Saw pernah bersabda: ‘Kecintaanmu pada sesuatu bisa membuatmu buta dan tuli.’. oleh karena itu, sisakan sedikit curiga agar cintamu tak jadi buta.” Pak ustadz mengakhiri sesi pemaparan.

“Pak ustadz, apa sih tanda-tanda orang yang sedang jatuh cinta?” Dikha segera mengajukan pertanyaan setelah sesi tersebut dibuka.

“Waduh tanda-tanda orang yang jatuh cinta itu banyak, dan bisa berbeda-beda pada setiap orang. Tapi biasanya ada lima yang disingkat dengan kata C.I.N.T.A. yaitu Cemburu, Ingin tau, Nerveous, Taat” kata pak ustadz rada-rada maksain.

“A...nya apa donk pak ustadz?” jamaah kompak bersuara.

“A...nya bisa macam-macam. Misalnya A..duh romantis banget. A..duh puitis banget. A..duh klimis banget. De el el,” jawab pak ustadz yang disambut gerr hadirin. He.. he.. he.., lagian, ustadz koq ditanya gituan.

“Pak ustadz, apakah mungkin seorang aktifis dakwah berjodoh dengan seorang playboy?” Giliran seorang akhwat terdengar bertanya. Walau terdengar hijab, namun Dikha mengenal siapa pemilik suara lembut tersebut.

“Jadi..jadi selama ini ..dia..” Dikha tak meneruskan spekulasinya, ia penasaran dengan jawaban pak ustadz.

‘Yup pertanyaan yang bagus. Begini, Allah Swt telah menciptakan semua berpasang-pasangan. Termasuk bagi aktifis dakwah, Allah telah mempersiapkan jodoh bagi mereka. Dalam hal ini Allah Swt berfirman ...”merdu sekali pak ustadz melantunkan ayat suci Al-Qur’an. “..Yang artinya:’Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula). Dan wanita-wanita yang baik bagi laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)’. Walaupun ayat ini ..”

Dikha tak lagi konsen mendengar jawaban pak ustadz. Dadanya terasa sesak. Akhirnya dia tahu kenapa tak pernah bisa menyatakan cinta pada Annisa. Itu karena ia memang tak pantas mendapatkan wanita baik-baik seperti Annisa.

“Yaa Allah, beri kesempatan pada hambamu untuk memperbaiki diri. Aku tak ingin mendapatkan jodoh wanita yang keji.” Dikha berazzam dalam hati.

Braak, Dikha terjatuh dari tempat tidurnya.” Masya Allah . Just a dream. It was just a dream. Ya Allah, terima kasih telah memberiku petunjuk” Dikha sujud, bersyukur. Bukan saja karena mengetahui penyebab disleksia lovea-nya, tapi yang terpenting, ia tersadarkan bahwa selama ini telah banyak berbuat keji dan dosa.

“Terima kasih ya Allah, terima kasih Nisa” Katanya beberapa kali. Selamat tinggal masa lalu.

sumber: majalah Permata edisi... eumm lupa, pengarang menyusul

4 komentar:

  1. follow saya di einestadt.blogspot.com
    please lah!!

    BalasHapus
  2. wah, cerpennya inspiratif bgt. kl blh tau Permata edisi yg kbrapa y? :-/

    BalasHapus
  3. cynthia: sip sip
    raxen: edisi berapa ya? majalahnya udah lama ilang, sih. ntar tak cariin deh..
    zul: hehe :D

    BalasHapus

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Keep comment!
Salam ukhuwah!